1. Dodol Garut
Dodol Garut merupakan
salah satu komoditas yang telah mampu mengangkat
citra Kabupaten Garut sebagai penghasil Dodol yang berkualitas
tinggi dan beraneka ragam jenis Dodol yang diproduksi. Dodol
Garut ini dikenal luas karena rasanya yang khas
dan kelenturan yang berbeda dari produk yang
sejenis dari daerah lain.
|
Industri ini berkembang
sejak tahun 1926, oleh seorang pengusaha yang bernama
Ibu Karsinah dengan proses pembuatan yang sangat
sederhana dan terus berkembang hingga saat ini, hal
ini disebabkan karena :
Sebagai komoditas unggulan khas daerah, Jeruk Garut mempunyai peluang tinggi untuk terus dikembangkan karena keunggulan komparatif dan kompetitifnya serta adanya peluang yang masih terbuka luas. Dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya, Jeruk Garut akan mampu bersaing dengan produk sejenis baik pada tingkat l nasional seperti halnya Jeruk Medan, Jeruk Pontianak serta jeruk impor seperti Jeruk Mandarin dan Jeruk New Zealand. Investasi pada komoditas ini cukup prospektif dan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang cukup tinggi baik bagi para petani maupun investornya. Dari studi kelayakan yang dilakukan pada tahun 1997 menunjukkan, untuk tanaman jeruk seluas 1 Ha (sekitar 500 pohon) akan memberikan gambaran keuntungan riil pada tahun ke-4 sebesar Rp 39.966.000,00 Sebagai daerah sentra produksi jeruk, Pemerintah Kabupaten Garut yang didukung oleh pihak-pihak terkait terus berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Saat ini belum ada sumber yang melaporkan kapasitas jeruk garut secara spesifik. Menurut petani jeruk yang dihubungi pihak garut.go.id, pada masa jayanya, daerah penghasil Jeruk Garut terbaik adalah daerah Cigadog, Wanaraja yang kini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sucinaraja. Sumber tersebut mengakui kejayaan Jeruk Garut musnah ketika daerahnya diselimuti abu hasil letusan Gunung Galunggung yang ketebalannya mencapai 1 meter lebih.
Teknologi yang dibutuhkan
untuk memelihara Domba Garut, baik usaha peternakan maupun usaha
penggemukan sangat sederhana, meliputi penentuan lokasi, perkandangan
dan perlengkapan. Penentuan lokasi peternakan domba perlu memperhatikan
dan mempertimbangkan faktor lingkungan, sumber daya alam, faktor
sosial, faktor ekonomi dan faktor hukum yang mendukung pembudidayaan
domba itu sendiri. Kebijakan Pemda Kabupaten Garut telah menetapkan
lokasi peternakan Domba Garut yang meliputi Kecamatan Wanaraja,
Kecamatan Banyuresmi, Kecamatan Singajaya, Kecamatan Banjarwangi,
Kecamatan Cikajang, Kecamatan Bungbulang, dan Kecamatan Cisewu sebagai
sentra produksi domba pedaging. Meskipun belum ada data spesifik
terhadap populasi domba Garut, dapat dijelaskan bahwa populasi ternak
domba secara keseluruhan di Kabupaten Garut selalu tinggi dan tertinggi
di antara jenis ternak besar lainnya setiap tahunnya. Berdasarkan data
yang tercatat di Dinas Peternakan, populasi ternak domba saat ini
mencapai angka 416.158 ekor. Angka ini meningkat dibanding tahun-tahun
sebelumnya yang belum mencapai angka 400.000.
|
4. Batik Tulis Garutan
Kegiatan dan usaha pembatikan
di Garut merupakan warisan nenek moyang yang berlangsung turun
temurun dan telah berkembang lama sebelum masa
kemerdekaan. Pada tahun 1945 Batik Garut semakin
popular dengan sebutan Batik Tulis Garutan dan
mengalami masa jaya antara tahun 1967 s.d. 1985
(126 unit usaha).
|
Dalam perkembangan berikutnya produksi
Batik Garutan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
semakin pesatnya batik printing/batik cap,
kurangnya minat generasi penerus pada usaha batik
tulis, ketidaktersediaan bahan dan modal, serta
lemahnya strategi pemasaran.
Batik garutan umumnya digunakan untuk kain
sinjang, namun berfungsi juga untuk memenuhi
kebutuhan sandang dan lainnya. Bentuk motif batik
Garut merupakan cerminan dari kehidupan sosial
budaya, falsafah hidup, dan adat-istiadat orang Sunda.
Beberapa perwujudan batik Garut secara visual dapat digambarkan
melalui motif dan warnanya.
Berdasarkan pemikiran yang melatarbelakangi penciptaan batik Garut, maka motif-motif yang dihadirkan berbentuk geometrik sebagai ciri khas ragam hiasnya. Bentuk-bentuk lain dari motif batik Garut adalah flora dan fauna. Bentuk geometrik umumnya mengarah ke garis diagonal dan bentuk kawung atau belah ketupat. Warnanya didomiansi oleh warna krem dipadukan dengan warna-warna cerah lainnya yang merupakan karakteristik khas batik garutan.
Berdasarkan pemikiran yang melatarbelakangi penciptaan batik Garut, maka motif-motif yang dihadirkan berbentuk geometrik sebagai ciri khas ragam hiasnya. Bentuk-bentuk lain dari motif batik Garut adalah flora dan fauna. Bentuk geometrik umumnya mengarah ke garis diagonal dan bentuk kawung atau belah ketupat. Warnanya didomiansi oleh warna krem dipadukan dengan warna-warna cerah lainnya yang merupakan karakteristik khas batik garutan.
5. Jaket Kulit
Salah satu komoditas
andalan dari pengrajin kulit di Kabupaten Garut
adalah produksi pakaian jadi dari kulit dan jaket kulit sapi
(agak keras) dan domba (lentur), yang di kalangan tertentu
khususnya di lingkungan bisnis fashion terkenal dengan
sebutan “Jaket Kulit Garut”.
Faktor pendukung terwujudnya sentra industri
jaket kulit ini diantaranya adalah ketersediaan
bahan baku. Sumber bahan baku di Kabupaten Garut cukup melimpah
dengan lokasi yang strategis, berdekatan bahkan menyatu
dalam lingkungan sentra industri kecil penyamakan
kulit.
|
Selain itu letak geografis Kabupaten
Garut yang dekat dengan kota Bandung sebagai pusat
perdagangan pakaian jadi dan Jakarta sebagai pusat
perdagangan nasional, memungkinkan pelaku bisnis
untuk terus serius meningkatkan produksi jaket
kulit karena mudah dipasarkan.
Saat ini di sektor industri pakaian jadi dari
kulit di Kabupaten Garut tergabung 417 unit usaha formal dan non
formal, dengan menyerap kurang lebih 3.000 tenaga kerja. Dalam proses
pendataan Dinas Perindustrian Perdagangan dan KUKM Kabupaten Garut
pernah tercatat jumlah produksi per tahun Jaket Kulit Mulus adalah
sekitar 50.000 potong dan Jaket Kulit Sambung sekitar 200.000 potong.
Adanya permintaan terhadap jaket kulit yang terus meningkat dari daerah
di luar Kabupaten Garut (pasaran lokal maupun nasional) seperti dari
Bandung, Jakarta atau beberapa kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali
maupun Sumatera telah mendorong pengrajin jaket kulit di Kabupaten
Garut tumbuh dan berkembang lebih cepat dibandingkan pengrajin kulit di
daerah-daerah lainnya.
Selain memenuhi permintaan konsumen lokal dan
nasional, Jaket Kulit Garut juga sudah merambah ke pasar internasional,
seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, Jepang, dll. Data terakhir,
jaket kulit Garut diekspor ke Singapura, Malaysia, Taiwan dan Australia
dengan volume mencapai 9.488 potong senilai $448.464. Ini menunjukan
peningkatan ekpor yang cukup membaik dimana volume ekspor sebelumnya
mencapai 5.100 potong senilai US$258.651,0
Hambatan yang dihadapi adalah teknologi
pengolahan untuk percepatan proses produksi dan
lemahnya pengendalian kualitas terhadap komoditas
barang yang dihasilkan sehingga dapat mempengaruhi
kinerja citra komoditas yang sudah terbentuk. Jika hambatan
ini tidak diatasi, maka pengrajin kulit Garut akan kalah
bersaing dengan pengrajin kulit dari daerah lain
yang ironisnya justru mengolah kulit tersamak dari
Garut.
5. Minyak akar wangi
Minyak Akarwangi (Vetiver Root Oil/Andropogon Zizanioides),
merupakan salah satu komoditas khas unggulan daerah
Kabupaten Garut yang relatif masih baru,
sebagaimana halnya dengan teh hijau dan tembakau
yang merupakan bagian dari sub-sektor perkebunan.
Minyak Akarwangi mempunyai prospek yang cerah untuk terus
dikembangkan karena mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif
serta masih terbukanya pangsa pasar, baik pasar
domestik maupun pasar luar negeri.
|
Budi daya Akarwangi di Kabupaten Garut
didasarkan pada keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor :
520/SK.196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996, yang diantaranya menetapkan
luas areal perkebunan Akarwangi dan pengembangannya oleh masyarakat
seluas 2.400 Ha dan tersebar di empat kecamatan , yaitu kecamatan
Samarang seluas 750 ha, Kecamatan Bayongbong seluas 210 ha, Kecamatan
Cilawu seluas 240 ha, dan Kecamatan Leles seluas 750 ha. Dari luas
areal pengembangan tersebut, luas yang digarap pada setiap tahunnya
mencapai rata-rata 12.400 ha dengan menghasilkan minyak akar wangi
rata-rata sebanyak 54 ton. Dalam setahun tercatat 2.400 Ha luas
garapan perkebunan akar wangi memproduksi minyak sebanyak 72 Ton,
dengan rincian sebagai berikut :
|
Kecamatan
|
Ha
|
Ton
|
Cilawu
|
240,00
|
7,20
|
Bayongbong
|
210,00
|
6,30
|
Samarang
|
750,00
|
22,50
|
Pasirwangi
|
450,00
|
13,50
|
Leles
|
750,00
|
22,50
|
Jumlah
|
2.400,00
|
72,00
|
Kegiatan pengembangan
Akarwangi melibatkan 4.027 orang anggota masyarakat (Kepala Keluarga)
yang terdiri dari 1.964 orang sebagai pemilik dan 2063 orang sebagai
petani/penggarap. Mereka tergabung dalam 28 Kelompok Tani yang tersebar
di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi 18 Kelompok Tani, Leles 5 Kelompok
Tani, Cilawu 4 Kelompok Tani dan Bayongbong 1 Kelompok Tani. Jumlah
pengolah atau penyuling sebanyak 33 unit yang tersebar di Kecamatan
Samarang dan Pasirwangi 21 unit, Leles 9 unit, Bayongbong 1 unit dan
Cilawu 2 unit.
Sebagai salah satu bahan dasar untuk pembuatan
parfum dan kosmetika lainnya, pemasaran minyak
akarwangi sampai saat ini tidak mengalami hambatan
yang berarti. Produksi minyak Akarwangi Garut sesuai
dengan kapasitas yang dimilikinya semuanya terserap
pasar dengan harga yang memadai (harga sesuai dengan
harga yang berlaku), Meskipun demikian, sebenarnya harga tersebut
masih bisa dioptimalkan lagi, jika kualitasnya pun
dioptimalkan.
Sampai saat ini sesuai dengan data yang ada,
pasar luar negeri yang menyerap produk Minyak Akarwangi Garut adalah
para pengusaha dari kawasan Asia, Eropa dan Amerika khususnya
negara-negara seperti Singapura, India, Jepang, Hongkong, Inggris,
Belanda, Jerman, Italia, Swiss, dan Amerika Serikat. Peluang ekspor
untuk pemasaran minyak Akarwangi yang juga masih cukup terbuka khususnya
ekspor untuk kawasan Asia Selatan dan Asia Timur, Eropa Timur dan
Amerika Selatan. Apalagi jika diingat bahwa jumlah produsen atau negara
pesaing di pasaran internasional masih sangat terbatas.
Saat ini
hanya negara Tahitti dan Borbon yang mengbangkan jenis komoditi yang
sama. Hasil produksi Minyak Akarwangi asal Kabupaten Garut termasuk
nominatif dunia, tetapi produksinya masih sangat terbatas baik dalam
teknologi maupun permodalannya. Pada tahun terakhir nilai penjualan
ekspor komoditas minyak akarwangi adalah sebesar 23.520 kg senilai
1.516.208,00 US$. Meskipun volume nilai ekspor mengalami kenaikan dari
yang semula bernilai 1.175.920,00, namun kapasitas produksi ekspor
menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 29.100 kg.
Beberapa masalah yang muncul berkaitan dengan
pengembangan komoditas minyak Akarwangi antara lain:
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
masalah yang ada seperti restrukturisasi jalur tata
niaga, pembentukan koperasi atau Kelompok Usaha
Bersama (KUB), dukungan permodalan baik melalui
kemitraan maupun lembaga keuangan yang ada, serta
peningkatan teknologi penyulingan, diharapkan dapat segera
mewujudkan peningkatan nilai tambah pendapatan bagi petani
dan pengelolanya, yang pada gilirannya akan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pada Tahun 2008 telah berdiri unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) kerjasama Pemerintah Kabupaten dengan Departemen Perindustrian yang menyediakan fasilitas pembinaan terhadap UKM Minyak Akarwangi diantaranya : Steam Boiler, Laboratorium Sumber : http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/khas_pk_jeruk |
0 komentar
Posting Komentar