Kamis, 21 Juni 2012

Hasil Produksi Khas Garut

1.  Dodol Garut
Dodol Garut merupakan salah satu komoditas yang telah mampu mengangkat citra Kabupaten Garut sebagai penghasil Dodol yang berkualitas tinggi dan beraneka ragam jenis Dodol yang diproduksi. Dodol Garut ini dikenal luas karena rasanya yang khas dan kelenturan yang berbeda dari produk yang sejenis dari daerah lain.
Industri ini berkembang sejak tahun 1926, oleh seorang pengusaha yang bernama Ibu Karsinah dengan proses pembuatan yang sangat sederhana dan terus berkembang hingga saat ini, hal ini disebabkan karena :
  1. Memiliki cita rasa yang berbeda dan mampu bersaing dengan jenis dodol yang berasal dari daerah lain;
  2. Harganya terjangkau dan merupakan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat;
  3. Proses pembuatannya sangat sederhana dan bahan bakunya mudah diperoleh;
  4. Tidak menggunakan bahan pengawet dan tambahan bahan makanan yang bersifat sintetis;
  5. Memiliki daya tahan cukup lama ( 3 bulan).
Komoditi ini mudah dikembangkan dengan memodifikasi bahan baku utamanya yaitu dengan memanfaatkan bahan lain buah waluh, kentang, kacang, pepaya, nenas, sirsak dan lain-lain. Dekranasda juga membantu pemasaran melalui pameran-pameran, perbaikan kualitas produk maupun perbaikan desain kemasan melalui pelatihan-pelatihan.

2.  Jeruk Garut
Citra Kabupaten Garut sebagai sentra Produksi Jeruk di Jawa Barat khususnya dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 760/KPTS.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999 tentang Jeruk Garut yang telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Penetapan tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa Jeruk Garut merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan nasional yang perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya.
Sudah sejak lama, jeruk Garut telah popular dan menjadi trademark Kabupaten Garut. Oleh karena itu, sesuai dengan Perda No. 9 Tahun 1981, jeruk garut telah dijadikan sebagai komponen penyusun lambang daerah Kabupaten Garut. Selain sebagai buah ciri khas Kabupaten Garut, jeruk merupakan komoditas sub-sektor pertanian tanaman pangan yang mempunyai prospek cukup cerah dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Sebagai komoditas unggulan khas daerah, Jeruk Garut mempunyai peluang tinggi untuk terus dikembangkan karena keunggulan komparatif dan kompetitifnya serta adanya peluang yang masih terbuka luas. Dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya, Jeruk Garut akan mampu bersaing dengan produk sejenis baik pada tingkat l nasional seperti halnya Jeruk Medan, Jeruk Pontianak serta jeruk impor seperti Jeruk Mandarin dan Jeruk New Zealand.
Investasi pada komoditas ini cukup prospektif dan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang cukup tinggi baik bagi para petani maupun investornya. Dari studi kelayakan yang dilakukan pada tahun 1997 menunjukkan, untuk tanaman jeruk seluas 1 Ha (sekitar 500 pohon) akan memberikan gambaran keuntungan riil pada tahun ke-4 sebesar Rp 39.966.000,00
Sebagai daerah sentra produksi jeruk, Pemerintah Kabupaten Garut yang didukung oleh pihak-pihak terkait terus berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Saat ini belum ada sumber yang melaporkan kapasitas jeruk garut secara spesifik. Menurut petani jeruk yang dihubungi pihak garut.go.id, pada masa jayanya, daerah penghasil Jeruk Garut terbaik adalah daerah Cigadog, Wanaraja yang kini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sucinaraja. Sumber tersebut mengakui kejayaan Jeruk Garut musnah ketika daerahnya diselimuti abu hasil letusan Gunung Galunggung yang ketebalannya mencapai 1 meter lebih.


3.  Domba Garut
Domba Garut telah dibudidayakan masyarakat Garut sejak lama. Domba yang memiliki fisik yang besar dan kuat ini, melahirkan seni atraksi laga domba yang di daerah Bayongbong Garut. Domba Garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba asli Indonesia, domba Merino dari Asia Kecil dan domba ekor gemuk dari Afrika. Domba ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Domba Garut, yang dikenal juga dengan sebutan domba priangan.
Ciri-ciri fisiknya antara lain:
  1. Badan agak besar. Domba jantan dewasa mempunyai bobot 60-80 kg, sedangkan yang betina mempunyai bobot 30-40 kg.
  2. Domba jantan memiliki tanduk yang cukup besar, melengkung kearah belakang, dan ujungnya mengarah kedepan sehingga berbentuk seperti spiral. Pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu.
  3. Domba betina tidak memiliki tanduk.
  4. Ekornya pendek dan pangkalnya agak besar (gemuk).
  5. Lehernya agak kuat.
  6. Bentuk telinganya ada yang panjang, pendek dan sedang yang terletak dibelakang pangkal tanduk.
  7. Bulunya lebih panjang dan halus jika dibandingkan dengan domba asli, berwarna putih, hitam, cokelat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut.
  8. Domba ini baik untuk penghasil daging.
Teknologi yang dibutuhkan untuk memelihara Domba Garut, baik usaha peternakan maupun usaha penggemukan sangat sederhana, meliputi penentuan lokasi, perkandangan dan perlengkapan. Penentuan lokasi peternakan domba perlu memperhatikan dan mempertimbangkan faktor lingkungan, sumber daya alam, faktor sosial, faktor ekonomi dan faktor hukum yang mendukung pembudidayaan domba itu sendiri. Kebijakan Pemda Kabupaten Garut telah menetapkan lokasi peternakan Domba Garut yang meliputi Kecamatan Wanaraja, Kecamatan Banyuresmi, Kecamatan Singajaya, Kecamatan Banjarwangi, Kecamatan Cikajang, Kecamatan Bungbulang, dan Kecamatan Cisewu sebagai sentra produksi domba pedaging. Meskipun belum ada data spesifik terhadap populasi domba Garut, dapat dijelaskan bahwa populasi ternak domba secara keseluruhan di Kabupaten Garut selalu tinggi dan tertinggi di antara jenis ternak besar lainnya setiap tahunnya. Berdasarkan data yang tercatat di Dinas Peternakan, populasi ternak domba saat ini mencapai angka 416.158 ekor.  Angka ini meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya yang belum mencapai angka 400.000.


4.  Batik Tulis Garutan


Kegiatan dan usaha pembatikan di Garut merupakan warisan nenek moyang yang berlangsung turun temurun dan telah berkembang lama sebelum masa kemerdekaan. Pada tahun 1945 Batik Garut semakin popular dengan sebutan Batik Tulis Garutan dan mengalami masa jaya antara tahun 1967 s.d. 1985 (126 unit usaha).
Dalam perkembangan berikutnya produksi Batik Garutan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin pesatnya batik printing/batik cap, kurangnya minat generasi penerus pada usaha batik tulis, ketidaktersediaan bahan dan modal, serta lemahnya strategi pemasaran.
Batik garutan umumnya digunakan untuk kain sinjang, namun berfungsi juga untuk memenuhi kebutuhan sandang dan lainnya. Bentuk motif batik Garut merupakan cerminan dari kehidupan sosial budaya, falsafah hidup, dan adat-istiadat orang Sunda. Beberapa perwujudan batik Garut secara visual dapat digambarkan melalui motif dan warnanya.
Berdasarkan pemikiran yang melatarbelakangi penciptaan batik Garut, maka motif-motif yang dihadirkan berbentuk geometrik sebagai ciri khas ragam hiasnya. Bentuk-bentuk lain dari motif batik Garut adalah flora dan fauna. Bentuk geometrik umumnya mengarah ke garis diagonal dan bentuk kawung atau belah ketupat. Warnanya didomiansi oleh warna krem dipadukan dengan warna-warna cerah lainnya yang merupakan karakteristik khas batik garutan. 
5.  Jaket Kulit

Salah satu komoditas andalan dari pengrajin kulit di Kabupaten Garut adalah produksi pakaian jadi dari kulit dan jaket kulit sapi (agak keras) dan domba (lentur), yang di kalangan tertentu khususnya di lingkungan bisnis fashion terkenal dengan sebutan “Jaket Kulit Garut”.
Faktor pendukung terwujudnya sentra industri jaket kulit ini diantaranya adalah ketersediaan bahan baku. Sumber bahan baku di Kabupaten Garut cukup melimpah dengan lokasi yang strategis, berdekatan bahkan menyatu dalam lingkungan sentra industri kecil penyamakan kulit.

Selain itu letak geografis Kabupaten Garut yang dekat dengan kota Bandung sebagai pusat perdagangan pakaian jadi dan Jakarta sebagai pusat perdagangan nasional, memungkinkan pelaku bisnis untuk terus serius meningkatkan produksi jaket kulit karena mudah dipasarkan.
Saat ini di sektor industri pakaian jadi dari kulit di Kabupaten Garut tergabung 417 unit usaha formal dan non formal, dengan menyerap kurang lebih 3.000 tenaga kerja.  Dalam proses pendataan Dinas Perindustrian Perdagangan dan KUKM Kabupaten Garut pernah tercatat jumlah produksi per tahun Jaket Kulit Mulus adalah sekitar 50.000 potong dan Jaket Kulit Sambung sekitar 200.000 potong.  Adanya permintaan terhadap jaket kulit yang terus meningkat dari daerah di luar Kabupaten Garut (pasaran lokal maupun nasional) seperti dari Bandung, Jakarta atau beberapa kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali maupun Sumatera telah mendorong pengrajin jaket kulit di Kabupaten Garut tumbuh dan berkembang lebih cepat dibandingkan pengrajin kulit di daerah-daerah lainnya.
Selain memenuhi permintaan konsumen lokal dan nasional, Jaket Kulit Garut juga sudah merambah ke pasar internasional, seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, Jepang, dll.  Data terakhir, jaket kulit Garut diekspor ke Singapura, Malaysia, Taiwan dan Australia dengan volume mencapai 9.488 potong senilai $448.464.  Ini menunjukan peningkatan ekpor yang cukup membaik dimana volume ekspor sebelumnya mencapai 5.100 potong senilai US$258.651,0
Hambatan yang dihadapi adalah teknologi pengolahan untuk percepatan proses produksi dan lemahnya pengendalian kualitas terhadap komoditas barang yang dihasilkan sehingga dapat mempengaruhi kinerja citra komoditas yang sudah terbentuk. Jika hambatan ini tidak diatasi, maka pengrajin kulit Garut akan kalah bersaing dengan pengrajin kulit dari daerah lain yang ironisnya justru mengolah kulit tersamak dari Garut.
5.   Minyak akar wangi

Minyak Akarwangi (Vetiver Root Oil/Andropogon Zizanioides), merupakan salah satu komoditas khas unggulan daerah Kabupaten Garut yang relatif masih baru, sebagaimana halnya dengan teh hijau dan tembakau yang merupakan bagian dari sub-sektor perkebunan. Minyak Akarwangi mempunyai prospek yang cerah untuk terus dikembangkan karena mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif serta masih terbukanya pangsa pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.

Budi daya Akarwangi di Kabupaten Garut didasarkan pada keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor : 520/SK.196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996, yang diantaranya menetapkan luas areal perkebunan Akarwangi dan pengembangannya oleh masyarakat seluas 2.400 Ha dan tersebar di empat kecamatan , yaitu kecamatan Samarang seluas 750 ha, Kecamatan Bayongbong seluas 210 ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 ha, dan Kecamatan Leles seluas 750 ha.  Dari luas areal pengembangan tersebut, luas yang digarap pada setiap tahunnya mencapai rata-rata 12.400 ha dengan menghasilkan minyak akar wangi rata-rata sebanyak 54 ton.  Dalam setahun tercatat 2.400 Ha luas garapan perkebunan akar wangi memproduksi minyak sebanyak 72 Ton, dengan rincian sebagai berikut :

Kecamatan
Ha
Ton
Cilawu
240,00
7,20
Bayongbong
210,00
6,30
Samarang
750,00
22,50
Pasirwangi
450,00
13,50
Leles
750,00
22,50
Jumlah
2.400,00
72,00

Kegiatan pengembangan Akarwangi melibatkan 4.027 orang anggota masyarakat (Kepala Keluarga) yang terdiri dari 1.964 orang sebagai pemilik dan 2063 orang sebagai petani/penggarap. Mereka tergabung dalam 28 Kelompok Tani yang tersebar di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi 18 Kelompok Tani, Leles 5 Kelompok Tani, Cilawu 4 Kelompok Tani dan Bayongbong 1 Kelompok Tani. Jumlah pengolah atau penyuling sebanyak 33 unit yang tersebar di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi 21 unit, Leles 9 unit, Bayongbong 1 unit dan Cilawu 2 unit.
Sebagai salah satu bahan dasar untuk pembuatan parfum dan kosmetika lainnya, pemasaran minyak akarwangi sampai saat ini tidak mengalami hambatan yang berarti. Produksi minyak Akarwangi Garut sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya semuanya terserap pasar dengan harga yang memadai (harga sesuai dengan harga yang berlaku), Meskipun demikian, sebenarnya harga tersebut masih bisa dioptimalkan lagi, jika kualitasnya pun dioptimalkan.
Sampai saat ini sesuai dengan data yang ada, pasar luar negeri yang menyerap produk Minyak Akarwangi Garut adalah para pengusaha dari kawasan Asia, Eropa dan Amerika khususnya negara-negara seperti Singapura, India, Jepang, Hongkong, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, Swiss, dan Amerika Serikat. Peluang ekspor untuk pemasaran minyak Akarwangi yang juga masih cukup terbuka khususnya ekspor untuk kawasan Asia Selatan dan Asia Timur, Eropa Timur dan Amerika Selatan. Apalagi jika diingat bahwa jumlah produsen atau negara pesaing di pasaran internasional masih sangat terbatas.
Saat ini hanya negara Tahitti dan Borbon yang mengbangkan jenis komoditi yang sama. Hasil produksi Minyak Akarwangi asal Kabupaten Garut termasuk nominatif dunia, tetapi produksinya masih sangat terbatas baik dalam teknologi maupun permodalannya. Pada tahun terakhir nilai penjualan ekspor komoditas minyak akarwangi adalah sebesar 23.520 kg senilai 1.516.208,00 US$. Meskipun volume nilai ekspor mengalami kenaikan dari yang semula bernilai 1.175.920,00, namun kapasitas produksi ekspor menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 29.100 kg.
Beberapa masalah yang muncul berkaitan dengan pengembangan komoditas minyak Akarwangi antara lain:
  1. Jalur tata niaga komoditas Akarwangi masih terlalu panjang, khususnya jika dikaitkan dengan keberadaan para broker (calo);
  2. Kurangnya kerjasama diantara sesama pemilik/pengelola penyulingan, keterbatasan pemilik modal, dan akses terhadap permodalan;
  3. Keterbatasan penguasaan teknologi yang memadai, sehingga kualitas minyak Akarwangi yang dihasilkan relatif masih rendah.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada seperti restrukturisasi jalur tata niaga, pembentukan koperasi atau Kelompok Usaha Bersama (KUB), dukungan permodalan baik melalui kemitraan maupun lembaga keuangan yang ada, serta peningkatan teknologi penyulingan, diharapkan dapat segera mewujudkan peningkatan nilai tambah pendapatan bagi petani dan pengelolanya, yang pada gilirannya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pada Tahun 2008 telah berdiri unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) kerjasama Pemerintah Kabupaten dengan Departemen Perindustrian yang menyediakan fasilitas pembinaan terhadap UKM Minyak Akarwangi diantaranya : Steam Boiler, Laboratorium

Sumber : http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/khas_pk_jeruk

0 komentar

Posting Komentar